Seperti telah disebutkan, psikoterapi dilakukan dengan cara percakapan atau wawancara (interview),dalam suatu wawancara, tidak dapat dipisahkan antara sifat terapeutik dan penegakan diagnosis. Biasanya, pertanyaan-pertanyaan yang diajukan mengandung kedua aspek tersebut, yaitu untuk mengoptimalkan hubungan interpersonal dengan pasien (sifat terapeutik), dan untuk melengkapi data dalam usaha menegakkan diagnosis. Dalam melakukan psikoterapi, wawancara harus lebih mengutamakan aspek terapeutiknya; data yang diperlukan akan berangsur terkumpul dengan kian membaiknya hubungan interpersonal yang terjalin antara dokter dengan pasiennya, sehingga berartinya suatu wawancara tergantung dari sifat hubungan terapis dengan pasiennya tersebut.
Dalam melakukan wawancara, hendaknya kita juga melakukan observasi secara menyeluruh dengan teliti. Sambil mengajukan pertanyaan, kita juga mengamati dan turut serta (sebagai participant observer) dalam proses yang sedang berlangsung pada saat dan situasi tersebut (“the here and now”). Yang kita amati yaitu : (1). apa yang terjadi pada pasien, (2). apa yang terjadi pada pewawancara atau terapis sendiri, serta (3). apa yang terjadi di antara terapis dan pasiennya.
Dalam berhadapan dengan pasien, dokter atau terapis mempengaruhi pasien dengan sikap dan perkataannya, dari menit ke menit, saat ke saat. Dalam hal ini, yang perlu diperhatikan sebetulnya bukan hanya, Apa yang kita bicarakan, tetapi juga Bagaimana cara kita melakukannya, Kapan (saat atau waktu yang tepat) kita mengungkapkan hal tertentu yang ingin kita sampaikan serta, Bagaimana hubungan antara si penolong (dokter atau terapis) dan yang ditolong (pasien) tersebut.
Hal-hal tersebut dapat membuat pasien menjadi lebih tenang atau sebaliknya menjadi tegang, lebih terbuka atau tertutup, lebih percaya atau pun curiga, sehingga dapat disimpulkan bahwa selalu ada pengaruh terapeutik maupun kontraterapeutik, dan tidak pernah netral sama sekali, karena setiap orang mempunyai latar belakang kepribadian dan pengalaman hidup yang berbeda-beda, yang mempengaruhi cara pandang, cara berpikir dan menghayati segala sesuatu.
Bentuk – bentuk utama dalam terapi :
Terapi supportive
Suatu terapi yang tidak merawat atau memperbaiki kondisi yang mendasarinya, melainkan meningkatkan kenyamanan pasien.
Penyembuhan Supportif (Supportive Therapy) merupakan perawatan dalam psikoterapi yang mempunyai tujuan untuk :
- Memperkuat benteng pertahanan (harga diri atau kepribadian)
- Memperluas mekanisme pengarahan dan pengendalian emosi atau kepribadian
- Pengembalian pada penyesuaian diri yang seimbang.
Penyembuhan supportif ini dapat menggunakan beberapa metode dan teknik pendekatan, diantaranya :
Bimbingan (Guidance),Mengubah lingkungan (Environmental Manipulation), Pengutaraan dan penyaluran arah minat, Tekanan dan pemaksa, Penebalan perasaan (Desensitization), Penyaluran emosiona, Sugesti, Penyembuhan inspirasi berkelompok (Inspirational Group Therapy
Penyembuhan Reedukatif (Reeducative Therapy)
Suatu metode pnyembuhan yang mempunyai bertujuan untuk mengusahakan penyesuaian kembali, perubahan atau modifikasi sasaran/tujuan hidup, dan untuk menghidupkan kembali potensi. Adapun metode yang dapat digunakan antara lain :
Penyembuhan sikap (attitude therapy), Wawancara (interview psychtherapy), Penyembuhan terarah (directive therapy), Psikodrama, Dan lain-lain.
Penyembuhan Rekonstruktif (Reconstructive Therapy)
Penyembuhan rekonstruktif mempunyai tujuan untuk menimbulkan pemahaman terhadap konflik yang tidak disadari agar terjadi perubahan struktur karakter dan untuk perluasan pertunbuhan kepribadian dengan mengembangkan potensi. Metode dan teknik pendekatannya antara lain :
Psikoanalisis, Pendekatan transaksional (transactional therapy), Penyembuhan analitik berkelompok
0 Komentar untuk "Bentuk-Bentuk Penyembuhan Dalam Terapi"